Senin, 17 Oktober 2011

NasdukBuCih

Sudah lima hari lamanya saya melakukan perjalanan antar kota antar propinsi setiap harinya pagi dan sore hari. Inilah yang membuat saya akrab dengan bau-bauan. Mulai bau sampah busuk sampai bau parfum wangi.Saya juga akrab dengan berbagai macam jenis penampakan manusia. Dari berbagai tone warna dan ragam keelokan dan keunikan rupanya.


Sebelum lebaran kemaren saya diberitahu oleh Bos,bahwa saya akan dimutasikan ke Bogor. Dari situlah sejarahnya hingga saya harus melakukan perjalanan panjang tiap harinya dengan kereta api. Berkat itu juga saya bisa tau juga bahwa di sekitar stasiun Gondang dia ada beberapa warung yang sepertinya menarik untuk dicoba.
Nasi uduk IbuAcih salah satunya, warung itu tidak pernah sepi, setiap paginya selalu saja ada orang yang makan di situ sambil ngobrol dan tertawa dengan penjualnya. Warung itu sebenarnya sederhana saja, meja kaca yang berisi berbagai macam lauk dari yang standard seperti semur telor dan tahu, telor bumbu merah, orek, bihun, sampai ikan tongkol semua ada.Tinggal pilih sesuai selera, selain meja tadi ada bangku panjang yang dijadikan tempat makan para pengunjung.

Sejak hari pertama, saya selalu terbayang nama warung  yang menjadi judul tulisan saya ini. Entah mengapa menurut saya nama itu begitu komersil. Sehingga memunculkan ekspektasi tertentu tentang makanan yang dijual oleh warung itu.Entah rakus atau lapar saya selalu memikirkan warung itu setiap kali lewat.Tapi saya tidak bisa berhenti untuk beli begitu saja, karena kereta saya menunggu.Saya takut ketinggalan kereta.Akhirnya Nasi Uduk Ibu Acih itu hanya memenuhi ruang-ruang kepala saya sampai dengan hari ini. Akhirnya saya berkesempatan juga membelinya.


Nasi Uduk itu dibungkus dengan daun pisang, yang mempunyai aroma khas dan warna hijaunya yang menyegarkan mata.Saya memilih lauknya standard saja, bihun, tempe orek (kalau di jawa timur orang biasa bilang sambel goreng tempe), dan tempe goreng berselimut tepung.

Sayang kereta saya agak lama datangnya, membuat saya menunggu dan makin penasaran dengan rasanya.Sebungkus nasi uduk sudah di tangan, menunggu kereta yang lama datangnya membuat perut saya semakin teriak dan berulang kali menelan ludah.

Setibanya di kantor saya tidak menunggu lagi untuk mencicipi rasanya. Jadi begini, kalau menurut pendapat pribadi saya rasa nasi uduk ini sangat memenuhi standar rasa sebuah nasi uduk. hehe Saya tidak salah bahwa selain namanya yang terdengar komersil ternyata rasanya enak. Begitu saya sendokan nasi uduk itu ke mulut (bukan ke mata) rasa gurih nasi uduk yang bercampur dengan aroma daun pisang yang segar langsung membuat bibir saya tersenyum dan perut saya meneriakkan kata hore, tempe oreknya juga mantap (selain potongannya juga dadu yang mengingatkan saya dengan umumnya sambel goreng tempe di JawaTimur, yang perlu pembaca tahu bahwa tempe orek / sambel goreng tempe di Jakarta itu umumnya berbentuk korek api). Begitu juga dengan bihunnya enak dan krupuk yang sudah mlempem. Tapi semuanya membahagiakan dan menyenangkan sekaligus mengenyangkan saya pagi ini.

Sayang saya tidak sempat menanyakan tentang sejarah warung itu, mungkin lain waktu kalau saya senggang. Besokn yoba lauk apalagi ya…uhm…!


Tidak ada komentar: